Kamis, 22 November 2018

Siapa Pemasok Utama Karet Dunia?



Pemasok Utama Karet Dunia

Karet Dunia Dengan areal perkebunan karet terluas di dunia. Indonesia bersama dua negara Asia Tenggara lainnya, yaitu Malaysia dan Thailand, sejak dekade 1920-an sampai sekarang merupakan pemasok utama karet dunia. Puncak kejayaan karet lndonesia terjadi antara tahun 1926 sampai menjelang Perang Dunia II. Ketika itu Indonesia merupakan pemasok karet alam terkemuka di pasar internasional. 

Sangat disayangkan, setelah kemerdekaan produksi karet Indonesia justru merosot, sehingga posisi sebagai pemasok karet utama digeser oleh Malaysia yang sejak awal membayangi Indonesia pada urutan kedua. Situasi politik dalam negeri yang tidak menentu dan tidak dilakukannya peremajaan tanaman merupakan faktor utama produksi karet lndonesia merosot. 

Pada awal dekade 1990-an produksi karet Indonesia kembali naik setelah dilakukan peremajaan tanaman sejak 1970-an. Produksi karet lndonesia segera melampaui Malaysia yang selama hampir empat dekade setelah Perang Dunia II menjadi produsen utama karet dunia. Namun, bersamaan dengan itu Thailand yang sejak dulu berada di urutan ketiga tiba-tiba melampaui dua negara pesaingnya dan bertengger pada posisi pertama sebagai produsen karet dunia. Dengan volume ekspor sebesar 1.657.389 ton pada tahun 2000 kontribusi Thailand terhadap pasar karet dunia mencapai 33,7%, diikuti Indonesia sebesar 1 .482.051 dengan kontribusi 30,8%, dan Malaysia sebesar 872.184 dengan kontribusi 18,6%. 

Harga karet ternyata juga mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Pada tahun 1995 harga karet di pasar internasional pernah mencapai puncaknya, yaitu senilai 1,25 dolar AS per kg. Namun, sejak saat itu harganya terus menurun
Sangat disayangkan, setelah kemerdekaan produksi karet lndonesia justru merosot, sehingga posisi sebagai pemasok karet utama digeser oleh Malaysia sampai hanya sekitar 0,430,49 dolar AS per kg pada tahun 2000 yang merupakan harga terendah dalam sejarah karet alam internasional. 

Fluktuasi harga karet di pasar internasional disebabkan oleh hukum permintaan dan penawaran. Ketika penawaran tinggi, harga jatuh dan sebaliknya saat penawaran rendah, harga meningkat. Melemahnya nilai tukar mata uang di negara-negara produsen terhadap dolar AS mendorong para produsen karet di negara-negara tersebut menjual persediaan karetnya untuk menikmati moment tersebut. Akibatnya, persediaan karet di pasar internasional melimpah dan menyebabkan harga anjlok. 

Persediaan karet di pasar dunia juga dipengaruhi oleh kondisi alam, terutama hujan dan banjir. Hujan berlebihan yang menimbulkan banjir mengakibatkan produksi karet turun. Pada saat seperti itu biasanya harga di pasar internasional naik. Meskipun ekspor karet terus mengalami fluktuasi, baik volume maupun nilainya akibat perubahan harga di pasar internasional, komoditas ini tetap memberi arti cukup besar bagi perolehan devisa nonmigas. 

Pada tahun 1995 ekspor karet Indonesia mencapai 1.962,8 juta dolar AS yang merupakan 5,6% pendapatan dari devisa nonmigas. Angka tersebut memang terus turun dan nilai terendah pada tahun 2001 , yakni sebesar 786.197 dolar AS yang hanya sebesar 1 ,67% pendapatan dari devisa nonmigas. Pada tahun 2003 ekspor karet naik dengan nilai 1.494,1 juta dolar AS dan merupakan 2,11% devisa nonmigas. Produksi, volume, dan nilai ekspor karet Indonesia dari tahun 1990-2003.

Di luar perannya sebagai penyumbang devisa nonmigas dengan persentase cukup signifikan, karet juga telah menghidupi jutaan rakyat yang bekerja di sektor ini karena sebagian besar perkebunan karet diusahakan oleh rakyat. Sekadar gambaran, perkebunan karet di Kalimantan Barat yang 97,5%-nya milik rakyat selama bertahun-tahun telah menjadi gantungan hidup 224.810 KK atau sekitar 1.124.050 jiwa.

FUNGSI UTAMA TANAH SEBAGAI MEDIA TUMBUH



Fungsi Utama Tanah sebagai Media Tumbuh

Masing-masing komponen tanah tersebut berperan penting dalam menunjang fungsi tanah sebagai media tumbuh, sehingga variabilitas keempat komponen tanah ini akan berdampak terhadap variabilitas fungsi tanah sebagai media tumbuh.

Udara tanah misalnya berfungsi sebagai gudang dan sumber gas:

(1) O2 yang dibutuhkan oleh sel-sel perakaran tanaman untuk melaksanakan respirasi, yang melepaskan CO2 dan untuk oksidasi enzimatik oleh mikrobia autotrofik (mampu menggunakan senyawa anorganik sebagai sumber energinya),

(2) CO2 bagi mikrobia fotosintetik, dan
(3) N2 bagi mikrobia pengikat N.

Beberapa gas seperti CO2 dan N2 ini serta NH3, H2 dan gas-gas lainnya baik yang berasal dari proses dekomposisi bahan organik maupun berasal dari sisa-sisa pestisida atau limbah industri, apabila berkadar relatif tinggi dapat menjadi racun baik bagi akar maupun bagi mikrobia tanah. Adanya sirkulasi udara (aerasi) yang baik akan memungkinkan pertukaran gas-gas ini dengan O2 dari atmosfer, sehingga aktivitas mikrobia autotrofik yang berperan vital dalam penyediaan unsur-unsur hara menjadi terjamin dan toksitas gas-gas tersebut ternetralisir

Air tanah berfungsi sebagai komponen utama tubuh tanaman dan biota tanah. Sebagian besar ketersediaan dan penyerapan hara oleh tanaman dimediasi oleh air, malah unsur-unsur mobil seperti N, K dan Ca dominan diserap tanaman melalui bantuan mekanisme aliran massa air, baik ke permukaan akar maupun transportasi ke daun. Oleh karena itu, tanaman yang mengalami defisiensi (kekurangan) air tidak saja akan layu tetapi juga akan mengalami defisiensi hara.

Untuk menghasilkan 1 g biomass kering, tanaman membutuhkan sekitar 500 g air, yang 1%nya mengisi setiap unit sel-sel tanaman.

Bahan organik dan mineral tanah terutama berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara bagi tetanaman dan biota tanah. Bahan mineral melalui bentuk partikel-partikelnya merupakan penyusun ruang pori tanah yang tidak saja berfungsi sebagai gudang udara dan air, tetapi juga sebagai ruang untuk akar berpenetrasi, makin sedikit ruang pori ini akan makin tidak berkembang sistem perakaran tanaman. Bahan organik merupakan sumber energi, karbon dan hara bagi biota heterotroflk (pengguna senyawa organik), sehingga keberadaan BOT (bahan organik tanah) akan sangat menentukan populasi dan aktivitasnya dalam membebaskan hara-hara tersedia yang dikandung BOT tersebut.

Dalam berpenetrasi ini, pada kondisi ideal perakaran tanaman dapat tumbuh dan berpenetrasi baik secara lateral maupun verti sejauh beberapa cm per hari, sehingga tanaman jagung dewasa yang ditanam berjarak 100 cm dapat mempunyai sistem perakaran yang saling bersentuhan dengan kedalaman lebih dari 2 meter. Bahkan tanaman alfalfa diketahui dapat mencapai kedalam sampai 7 m, dengan rerata 2 3 m. Tanaman kedelai dapat berpenetrasi hingga 35 cm lateral dan I m horizontal. Makna

terpenting dari makin berkembangnya sistem perakaran ini adalah makin banyaknya bara dan air yang dapat diserap tanaman, sehingga makin terjamin kebutuhannya selama proses pertumbuhan dan produksinya, dan akhirnya makin produktif suatu areal lahan.


PERKEMBANGAN DAN PENGERTIAN TANAH



Perkembangan dan Pengertian Tanah

Ketergantungan manusia terhadap tanah telah ditegaskan Allah Swt. dalam firman-firman-Nya baik dalam Taurat dan Injil maupun dalam Alquran yang diturunkan pada 1.400 tahun yang lalu sebagai berikut:

Allah berfirman: “Di bumi itu kamu hidup dan di bumi itu kamu mati, dan dari bumi itu (pula) kamu akan dibangkitkan (QS Al-A'raaf:25)

Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain (QS Thaha:55).

Pemahaman fungsi tanah sebagai media tumbuh dimulai sejak peradaban manusia mulai beralih dari manusia pengumpul pangan yang tidak menetap menjadi manusia pemukim yang mulai melakukan pemindahtanaman pangan/nonpangan ke areal dekat mereka tinggal. Pada tahap berikutnya, mulai berkembang pemahaman fungsi tanah sebagai penyedia nutrisi bagi tanaman tersebut, sehingga produksi yang dicapai tanaman tergantung pada kemampuan tanah dalam penyediaan nutrisi ini (kesuburan tanah). Dengan berkembangnya areal pemukiman/perkotaan, terjadi benturan kepentingan antara kebutuhan lahan untuk sarana transportasi dan pendirian bangunan dengan kebutuhan lahan pertanian, yang seringkali menyebabkan tergusurnya lahan pertanian yang produktif semata-mata karena alasan finansial.

Pada mulanya, tanah dipandang sebagai lapisan permukaan bumi (natural body) yang berasal dari bebatuan (natural material) yang telah mengalami serangkaian pelapukan oleh gaya-gaya alam (natural force), sehingga membentuk regolit (lapisan berpartikel halus). Konsep ini dikembangkan oleh para Geologis pada akhir abad XIX. Pandangan revolusioner mengenai tanah dikembangkan oleh Dokuchaev di Rusia pada sekitar tahun 1870, berdasarkan hasil pengamatannya terhadap:

(1) perbedaan-perbedaan berbagai jenis tanah dan dijumpainya suatu jenis tanah yang sama jika kondisinya relatif sama;

(2) masing-masing jenis tanah mempunyai morfologi yang khas sebagai konsekuensi keterpaduan pengaruh spesifik dari iklim, jasad hidup (tanaman dan temak), bahan induk, topografi dan umur tanah; dan

(3) tanah merupakan hasil evolusi alam yang bersifat dinamis sepanjang masa.

Dinamika dan evolusi alam ini terhimpun dalam definisi bahwa tanah adalah “bahan mineral yang tidak padat (unconsolidated) terletak di permukaan bumi, yang telah dan akan tetap mengalami perlakuan dan dipengaruhi oleh faktor-faktor genetik dan lingkungan yang meliputi bahan induk, iklim (termasuk kelembaban dan suhu), organisme (makro dan mikro) dan topografi pada suatu periode waktu tertentu”. Satu penciri-beda utama adalah tanah ini secara fisik, kimiawi dan biologis, serta ciri-ciri lainnya umumnya berbeda dibanding bahan induknya, yang variasinya tergantung pada faktor-faktor pembentuk tanah tersebut.

Pengertian ini disebut sebagai definisi pedologis (pedo : gumpal tanah) karena menurut Darmawijaya (1990) lebih menitikberatkan ilmu tanah sebagai ilmu pengetahuan alam murni dalam hal: (1) asal mula dan pembentukan tanah yang tercakup dalam bidang kajian genesis tanah, dan (2) nama-nama, sistematik, sifat kemampuan dan penyebaran berbagai jenis tanah yang tercakup dalam bidang kajian Klasifikasi dan Pemetaan Tanah. Hasil kajian tanah secara pedologis ini dapat dimanfaatkan sebagai acuan dasar dalam pemanfaatan masing-masing jenis tanah secara efisien dan rasional. Kajian Pedologi antara lain meliputi Agrogeologi, Fisika, Kimia dan Biologi Tanah, Morfologi dan Klasifikasi Tanah, Survei dan Pemetaan Tanah, Analisis Bentang Lahan, llmu Ukur Tanah, Perencanaan dan Pengembangan Wilayah.

Pemahaman tanah sebagai media tumbuh tanaman pertama kali dikemukakan oleh Dr. H.L. Jones dari Cornell University Inggris (Darmawijaya, 1990), yang mengkaji hubungan tanah pada tanaman tingkat tinggi untuk mendapatkan produksi pertanian yang seekonomis mungkin. Kajian tanah dari aspek ini disebut

edaphologi (edaphos = bahan tanah subur), namun pada realitasnya kedua definisi selalu terintegrasi. Kajian Edaphologi ini antara lain meliputi Kesuburan Tanah, Konservasi Tanah dan Air, Agrobidrologi, Pupuk dan Pemupukan, Ekologi Tanah dan Bioteknologi Tanah, sedangkan yang merangkum kajian Pedologi dan Edaphologi sekaligus antara lain meliputi Pengelolaan Tanah dan Air, Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Tata Guna Lahan, Pengelolaan Tanah Rawa, Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan.

Tanah pada masa kini sebagai media tumbuh tanaman didefinisikan sebagai:

“Lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh-berkembangnya perakaran penopang tegaktumbuhnya tanaman dan penyuplai kebutuhan air dan udara; secara kimiawi berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi (senyawa organik dan anorganik sederhana dan unsur-unsur esensial seperti N, P, K, Ca, Mg, S, Cu, Zn, Fe, Mn, B, Cl, dan lain-lain); dan secara biologis berfungsi sebagai habitat biota (organisme) yang berpartisipasiaktif dalam penyediaan hara tersebut dan zat-zat aditif (pemacu tumbuh, proteksi) bagi tanaman", yang ketiganya secara integral mampu menunjang produktivitas tanah untuk menghasilkan biomass dan produksi baik tanaman pangan, obat-obatan, industri perkebunan, maupun kehutanan”.

Atas dasar definisi ini maka tanah sebagai media tumbuh mempunyai empat fungsi utama, yaitu sebagai:

(1)  tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran yang mempunyai dua peran utama, yaitu:

(a) penyokong tegak-tumbuhnya trubus (bagian atas) tetanaman, dan

(b) sebagai penyerap zat-zat yang dibutuhkan tetanaman.

(2) penyedia kebutuhan primer tanaman untuk melaksanakan aktivitas metabolismenya, baik selama pertumbuhan maupun untuk berproduksi, meliputi air, udara dan unsur-unsur hara;

(3) penyedia kebutuhan sekunder tanaman yang berfungsi dalam menunjang aktivitasnya supaya berlangsung optimum, meliputi zat-zat aditif yang diproduksi oleh biota terutama mikroflora tanah seperti:

(a) zat-zat pemacu tumbuh (hormon, vitamin dan asam-asam organik khas);

(b) antibiotik dan toksin yang berfungsi sebagai anti hamapenyakit tanaman di dalam tanah; dan

(c) senyawa-senyawa atau enzim yang berfungsi dalam penyediaan kebutuhan primer tersebut atau transformasi zat-zat toksik eksternal seperti pestisida dan limbah industri berbahaya; serta

(4) habitat biota tanah, baik yang berdampak positif karena terlibat langsung atau tak langsung dalam penyediaan kebutuhan primer dan sekunder tanaman tersebut, maupun yang berdampak negatif karena merupakan hama-penyakit tanaman.

Fungsi-fungsi tanah yang sedemikian vitalnya dalarn penyediaan bahan pangan, papan dan sandang bagi manusia (juga bagi hewan) ini membawa konsekuensi bahwa seorang ahli tanah tidak saja dituntut untuk berpengetahuan tentang: (1) tanah sebagai tempat tumbuh dan penyedia kebutuhan tanaman, tetapi juga harus memahami, (2) fungsi tanah sebagai pelindung tanaman dari serangan hama-penyakit dan dampak negatif pestisida maupun limbah industri berbahaya tersebut. Oleh karena itu, maka uraian dalam buku ini dituturkan dalam kerangka pengertian fenomena ini.

PENGERTIAN PEDON DAN POLIPEDON



Pedon dan Polipedon

Dalam manajemen tanah, di Amerika Serikat dikenal suatu konsep yang disebut pedon-polipedon. Dalam konsep ini suatu bentang lahan, kadangkala dalam luasan yang kecil saja terdapat berbagai jenis tanah yang baik karakter maupun cirinya dapat bervariasi. Seareal tanah yang mempunyai karakter dan ciri yang relatif homogen disebut pedon. Satu pedon mempunyai areal seluas 1 10 m2 tergantung variabilitas tanahnya. Suatu kawasan yang mempunyai banyak pedon yang berbeda disebut polipedon (pengganti istilah individu tanah), sehingga suatu bentang lahan merupakan kumpulan dari satu atau beberapa polipedon berbeda.

Darmawijaya (1990) mengemukakan bahwa pedon adalah tubuh tanah asli berdimensi-tiga (real three-dimensional body of soil) berupa profil tanah yang memperlihatkan semua horizon tanah yang ada dan saling keterkaitannya pada luasan 1-10 m2 dengan batas bawah berupa bidang permukaan yang kabur antara “tanah” dan “nontanah”. Konsep ini menurut Jhonson (cit. Darmawijaya, 1990) memenuhi sebagian besar persyaratan satuan tanah dasar yan ideal, antara lain adalah: (1) dapat diamati, diukur dan lengkap, (2) bebas dari semua sistem taksonomi, (3) dibatasi oleh batas-batas alam yang jelas, (4) cakupan areal pengkajian yang memberikan keleluasaan, dan (5) definisi yang tepat. Namun untuk mendapatkan konfigurasi permukaan tanah atau karakteristik suatu seri tanah yang normal, luasan pedon masih terlalu kecil. Untuk mengatasi ini maka Simonson (1968 cit. Darmawijaya) mengusulkan istilah polipedon untuk menghubungkan pedon dan sistem Taksonomi Tanah.

KLASIFIKASI TANAMAN KAPAS

Pengertian Kapas Adalah serat halus yang menyelubungi biji beberapa jenis Gossypium atau tanaman kapas. Serat kapas merupakan ...