Pemasok Utama Karet Dunia
Karet
Dunia Dengan areal perkebunan karet terluas di dunia. Indonesia bersama dua
negara Asia Tenggara lainnya, yaitu Malaysia dan Thailand, sejak dekade 1920-an
sampai sekarang merupakan pemasok utama karet dunia. Puncak kejayaan karet lndonesia
terjadi antara tahun 1926 sampai menjelang Perang Dunia II. Ketika itu
Indonesia merupakan pemasok karet alam terkemuka di pasar internasional.
Sangat
disayangkan, setelah kemerdekaan produksi karet Indonesia justru merosot,
sehingga posisi sebagai pemasok karet utama digeser oleh Malaysia yang sejak
awal membayangi Indonesia pada urutan kedua. Situasi politik dalam negeri yang
tidak menentu dan tidak dilakukannya peremajaan tanaman merupakan faktor utama
produksi karet lndonesia merosot.
Pada
awal dekade 1990-an produksi karet Indonesia kembali naik setelah dilakukan
peremajaan tanaman sejak 1970-an. Produksi karet lndonesia segera melampaui
Malaysia yang selama hampir empat dekade setelah Perang Dunia II menjadi
produsen utama karet dunia. Namun, bersamaan dengan itu Thailand yang sejak
dulu berada di urutan ketiga tiba-tiba melampaui dua negara pesaingnya dan
bertengger pada posisi pertama sebagai produsen karet dunia. Dengan volume
ekspor sebesar 1.657.389 ton pada tahun 2000 kontribusi Thailand terhadap pasar
karet dunia mencapai 33,7%, diikuti Indonesia sebesar 1 .482.051 dengan
kontribusi 30,8%, dan Malaysia sebesar 872.184 dengan kontribusi 18,6%.
Harga
karet ternyata juga mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Pada tahun 1995
harga karet di pasar internasional pernah mencapai puncaknya, yaitu senilai
1,25 dolar AS per kg. Namun, sejak saat itu harganya terus menurun
Sangat
disayangkan, setelah kemerdekaan produksi karet lndonesia justru merosot,
sehingga posisi sebagai pemasok karet utama digeser oleh Malaysia sampai hanya
sekitar 0,430,49 dolar AS per kg pada tahun 2000 yang merupakan harga terendah
dalam sejarah karet alam internasional.
Fluktuasi
harga karet di pasar internasional disebabkan oleh hukum permintaan dan
penawaran. Ketika penawaran tinggi, harga jatuh dan sebaliknya saat penawaran
rendah, harga meningkat. Melemahnya nilai tukar mata uang di negara-negara
produsen terhadap dolar AS mendorong para produsen karet di negara-negara
tersebut menjual persediaan karetnya untuk menikmati moment tersebut.
Akibatnya, persediaan karet di pasar internasional melimpah dan menyebabkan
harga anjlok.
Persediaan
karet di pasar dunia juga dipengaruhi oleh kondisi alam, terutama hujan dan
banjir. Hujan berlebihan yang menimbulkan banjir mengakibatkan produksi karet
turun. Pada saat seperti itu biasanya harga di pasar internasional naik.
Meskipun ekspor karet terus mengalami fluktuasi, baik volume maupun nilainya
akibat perubahan harga di pasar internasional, komoditas ini tetap memberi arti
cukup besar bagi perolehan devisa nonmigas.
Pada
tahun 1995 ekspor karet Indonesia mencapai 1.962,8 juta dolar AS yang merupakan
5,6% pendapatan dari devisa nonmigas. Angka tersebut memang terus turun dan
nilai terendah pada tahun 2001 , yakni sebesar 786.197 dolar AS yang hanya
sebesar 1 ,67% pendapatan dari devisa nonmigas. Pada tahun 2003 ekspor karet
naik dengan nilai 1.494,1 juta dolar AS dan merupakan 2,11% devisa nonmigas.
Produksi, volume, dan nilai ekspor karet Indonesia dari tahun 1990-2003.
Di
luar perannya sebagai penyumbang devisa nonmigas dengan persentase cukup
signifikan, karet juga telah menghidupi jutaan rakyat yang bekerja di sektor
ini karena sebagian besar perkebunan karet diusahakan oleh rakyat. Sekadar
gambaran, perkebunan karet di Kalimantan Barat yang 97,5%-nya milik rakyat
selama bertahun-tahun telah menjadi gantungan hidup 224.810 KK atau sekitar
1.124.050 jiwa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar