Permasalahan Perkebunan
Indonesia
Persaingan komoditas
perkebunan di dunia internasional tidak hanya mengandalkan keunggulan sumber
daya alam, tetapi juga persaingan sumber daya manusia sebagai pengelola.
Indonesia pem menjadi nomor satu untuk komoditas karet, kopi, teh, gula, dan
beberapa komoditas lain. Kini negara lain bisa lebih unggul daripada Indonesia.
Hal tersebut disebabkan banyak kendala yang dihadapi sektor perkebunan
indonesia. Berikut masalah perkebunan Indonesia.
1. Sumber daya manusia
Salah satu permasalahan
yang dihadapi adalah kualitas sumber daya manusia yang masih cukup rendah.
Penyebabnya adalah banyak tenaga profesional asing yang ikut keluar setelah
adanya nasionalisasi perkebunan. Akibatnya, terjadi kekurangan tenaga ahli di dalam
negeri. Daya asimilasi dan absorbsi masyarakat terhadap teknologi juga masih
rendah. Hal ini terlihat dengan sedikitnya (sekitar 20%) penggunaan klon Unggul
oleh kelompok petani perkebunan rakyat. Selain itu, kemampuan teknis,
manajemen, dan wirausahanya masih perlu ditingkatkan.
2. Pemasaran dan
ekonomi
Pengusaha komoditas
perkebunan atau pekebun, khususnya perkebunan rakyat, memiliki posisi yang
lemah dalam struktur pasar. Petani pekebun sering kali memiliki posisi
dilemahkan ketika berhadapan langsung dengan industri pengolahan sebagai
pembeli produk primer perkebunan.
Pemasaran produk
perkebunan umumnya mengikuti mekanisme pasar internasional. Namun, informasi
pasar tersebut masih terbatas
untuk bisa diakses oleh
pekebun pada perkebunan rakyat. Informasi tentang harga, mutu, dan jumlah yang
dibutuhkan biasanya dikuasai oleh pedagang atau industri pengolahan.
Produk perkebunan yang
diperjualbelikan masih didominasi oleh produk primer dan setengah jadi.
Padahal, potensi untuk mengembangkan produk industri hilir lebih memiliki
prospek dari segi ekonomi. Oleh karena itu, pengembangan produk industri hilir
perkebunan yang akan memberikan nilai tambah besar perlu terus dilakukan, baik
untuk skala perkebunan rakyat maupun perkebunan besar. Adapun bahannya dengan
mengacu pada pohon industri komoditas.
3. IPTEK
Perhatian dan apresiasi
terhadap hasil iptek di bidang perkebunan, khususnya perkebunan rakyat swadaya
maupun pola perkebunan inti rakyat (PIR), masih tergolong rendah. Penyediaan
dana penelitian dan perkebunan masih mengandalkan pemerintah dan sebagian kecil
dari BUMN dan swasta. Dengan adanya keterbatasan tersebut, Iembaga penelitian
perkebunan belum sukses mentransfer teknologi ke perkebunan rakyat secara
efektif.Transfer teknologi masih terbatas pada daerah-daerah pengembangan
perkebunan rakyat.
4. Biaya produksi
Biaya produksi
komoditas perkebunan tergolong tinggi, sedangkan harga produk mengikuti
pergerakan harga pasar. Salah satu faktornya adalah upah pekerja yang selalu
naik. Padahal, sektor perkebunan merupakan sektor yang padat karya. Banyak
perkebunan yang mempekerjakan pegawai atau karyawan lebih banyak daripada daya
tampungnya karena pertimbangan sosial. Hal tersebut sudah terjadi sejak lama
sebelum regulasi mengenai ketenagakerjaan dan pengupahan muncul. Berdasarkan
kenyataan tersebut, perlu ada kebijakan penetapan upah secara seragam untuk
semua sektor usaha.
5. Otonomi daerah
Otonomi daerah menuntut
optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam untuk meningkatkan pendapatan asli
daerah. Situasi ini merangsang terjadinya persaingan pemanfaatan sumber daya
alam sehingga terjadi jurang perbedaan antara daerah satu dengan daerah
Iainnya. Dalam rangka pemanfaatan sumber daya alam ini, perlu ada pedoman
pelaksanaan bagi daerah sehingga memudahkan perencanaan pembangunan, investasi,
dan perdagangan, termasuk komoditas perkebunan.
6. Lingkungan Masalah
lingkungan merupakan masalah yang cukup kompleks pada sektor perkebunan.
Pembukaan lahan yang efektif bagi lahan perkebunan adalah dengan pembakaran.
Pembakaran dilakukan di perkebunan rakyat dan perkebunan besar. Padahal, cara
tersebut sangat merugikan lingkungan. Undang-undang tentang pengelolaan
lingkungan hidup masih memberi toleransi adanya pembakaran terkendali untuk perkebunan rakyat dan
pelarangan untuk perkebunan besar. Selain itu, limbah padat, cair, maupun gas
masih menjadi masalah kompleks di perkebunan, baikon farm maupun pabrik.
Masalah ini terjadi karena belum adanya teknologi penanggulangan limbah yang
tepat guna, mahalnya investasi industri pemanfaatan llimbah perkebunan,
rendahnya kesadaran penanganan limbah, dan lemahnya peraturan
perundang-undangan yang menangani masalah limbah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar